Senin, 04 Februari 2013

Konsep Penanggulangan Kemiskinan



 Konsep Penanggulangan Kemiskinan

Kemiskinan merupakan permasalahan  yang sudah ada sejak dimulainya peradaban manusia ada dan hingga kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun. Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang bersifat umum, bukan merupakan fenomena yang bersifat khusus pada masyarakat yang berlatar belakang, suku bangsa dan agama.
Kemiskinan bukanlah sesuatu yang terwujud sendiri, terlepas dari aspek-aspek lainnya, tetapi terwujud sebagai hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Kemiskinan suatu negara atau daerah tidak hanya dipengaruhi oleh agama, kepercayaan, sikap hidup dan adat istiadat, tetapi juga dipengaruhi oleh variabel-variabel lain. Dari kedua pendapat ini jelas memberikan gambaran bahwa kemiskinan ditimbulkan oleh berbagai faktor.
Akar penyebab kemiskinan dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, kemiskinan   alamiah , yaitu kemiskinan yang disebabkan faktor alam, sumber-sumber daya yang langka dan akibat perkembangan teknologi yang rendah. Ini mempunyai pengertian faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemiskinan dalam sebuah masyarakat secara alami memang ada, tetapi dalam katagori kemiskinan yang seperti ini pada umumnya tidak mempunyai kesenjangan yang terlalu tinggi.  Kedua, kemiskinan struktural atau kemiskinan yang diakibatkan oleh kebijakan suatu sistem supra-struktur atau politik. Kebijakan telah membuat sekelompok masyarakat mendominasi penguasaan sarana ekonomi , sementara itu  kelompok masyarakat lainnya  tidak   memiliki  kesempatan. Pada kategori ini,  kesenjangan  ekonomi masyarakat  sangat  tinggi antara yang miskin dan yang kaya.
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah bentuk kemiskinan struktural atau buatan, karena sebenarnya secara alamiah Indonesia mempunyai cukup potensi dan sumber daya yang cukup untuk tidak mengalami kemiskinan. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan akibat dari super-struktur yang membuat sebagian anggota atau kelompok masyarakat tertentu mendominasi sarana ekonomi, sosial, politik dan budaya. Struktur ini menyebabkan tidak adanya  pemerataan, tidak berkembangnya kualitas dan daya kreasi rakyat dalam pelaksanaan pembangunan serta dipinggirkannya peran dan partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan pembangunan yang terindikasi dengan melemahnya tingkat keswadayaan masyarakat.
Kemiskinan, pada kenyataannya, lebih dilihat dari sudut ekonomi semata. Batasan kemiskinan adalah suatu kondisi di mana orang tidak memiliki harta benda atau mempunyai pendapatan di bawah batasan nominal tertentu. Tingkatan kemiskinan dinilai atau ditentukan berdasarkan ukuran-ukuran materi yang sudah didefinisikan sebelumnya, seperti: kondisi fisik dari bangunan atau lingkungan permukiman.
Pengertian kemiskinan yang sangat ekonomistik dan sempit akan melahirkan bentuk-bentuk kebijakan penanggulangan kemiskinan yang lebih merupakan 'bantuan' ekonomi saja. Pemahaman kemiskinan dalam arti yang lebih luas, atau sering didefinisikan sebagai kemiskinan majemuk, adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia.
Adapun tingkat kemiskinan dibedakan dalam dua kategori yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat, yaitu antar kelompok  masyarakat yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pada garis kemiskinan dan kelompok masyarakat yang miskin karena mempunyai tingkat pendapatan relatif lebih rendah dari pada garis kemiskinan.[1]
Kemiskinan adalah kondisi yang disebabkan karena beberapa kekurangan dan kecacatan individual baik dalam bentuk kelemahan biologis, psikologis maupun kultural yang menghalangi seseorang memperoleh kemajuan dalam kehidupannya. Selain itu, faktor struktural merupakan penyebab orang menjadi miskin. Seseorang yang berada di lingkungan masyarakat yang mempunyai karakteristik antara lain : distribusi penguasaan resources yang timpang, gagal dalam mewujudkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, institusi sosial yang melahirkan berbagai bentuk diskriminasi.
Secara umum masyarakat miskin tidak hanya ditandai dengan lemahnya faktor ekonomi akan tetapi merupakan suatu ketidakberdayaan masyarakat dalam berbagai hal, yaitu : [2]
Masyarakat miskin ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam hal: (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar; (2) melakukan kegiatan usaha produktif; (3) menjangkau akses sumberdaya sosial dan ekonomi; (4) menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik; dan (5) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan ini menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat.

Berkaitan dengan fenomena kemiskinan di Indonesia, umumnya mereka yang tergolong  miskin adalah kelompok masyarakat yang berpendidikan rendah dan hidup di daerah pinggiran (periphery). Karena pendidikannya rendah dan menempati sektor geografis yang jauh dari penguasaan aset-aset produksi, maka sangat sulit bagi mereka untuk memperoleh pendidikan layak. Kedua aspek itu melingkar-lingkar terus dan jarang bisa ditemukan titik tempat pemberhentiannya, Maka antara kemiskinan dan kualitas pendidikan yang rendah merupakan faktor yang saling terkait yang bisa menjadi sebab dan akibat dari rendahnya produktivitas ekonomi.
Keseluruhan konsep kemiskinan yang bersifat multidimensional menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :[3]
1.   ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan).
2.   ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3.   ketiadaan jaminan masa depan (karena tidanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4.   kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun missal.
5.   rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam.
6.   ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.   ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8.   ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.   ketidakmampuan dan ketidak beruntungan sosial (anal terlantar, wanita korban tindak kekerasan dalam rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

Problem kemiskinan di Indonesia merupakan masalah sosial yang relevan untuk dikaji terus-menerus dan dicarikan solusinya. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan menjadi persoalan masyarakat, akan tetapi juga karena gejala kemiskinan semakin meningkat sejalan dengan terjadinya krisis multidimensional yang dihadapi oleh Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan, beragam kebijakan dan program telah disebar dan terapkan oleh pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan ini, sehingga tidak sedikit jumlah dana yang telah dikeluarkan demi menanggulangi kemiskinan. Tak terhitung berapa kajian dan ulasan telah dilakukan di universitas, hotel berbintang, dan tempat lainnya. Pertanyaannya: mengapa kemiskinan masih menjadi bayangan buruk wajah kemanusiaan kita hingga saat ini?.
Upaya penurunan derajat kemiskinan telah dilakukan selama tiga dekade di Indonesia, ternyata masih sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi, politik, sosial dan bencana alam yang terjadi di berbagai daerah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelemahan mendasar dari penanggulangan kemiskinan, antara lain :[4]
1.    masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro,
2.    kebijakan yang terpusat,
3.    lebih bersifat karikatif,
4.    memposisikan masyarakat sebagai obyek,
5.    cara pandang tentang kemiskinan,
6.    asumsi permasalahan dan penanggulangan kemiskinan yang dianggap sama.

Dalam rangkaian program pembangunan di dalam menanggulangi masyarakat yang mengalami masalah sosial tersebut perlu dipahami berbagai hal yang berkaitan dengan seluk beluk permasalahannya. Bagi masalah kemiskinan yang akan ditampilkan dalam penelitian ini, semestinya perlu dipahami paling tidak kondisi, instenitas dan komplikasi yang terjadi di samping tentu saja faktor-faktor yang melatarbelakangi masalah kemiskinan tersebut. Untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat miskin yang dibutuhkan bukan sekedar program yang sifatnya parsial, namun langkah-langkah yang terpadu dan benar-benar fungsional dalam mendukung upaya pemberdayaan penduduk miskin itu sendiri, khususnya di kalangan keluarga yang secara sosial rentan, dari segi kesehatan rapuh, dan yang memiliki akses teramat kecil di bidang pendidikan.
Karakteristik utama dan penyebab utama kemiskinan pada wilayah miskin mencakup :[5] (1) sumber daya alam, (2) teknologi dan unsur pendukungnya, (3) sumber daya manusia, dan (4) sarana dan prasarana termasuk kelembagaan. Adapun sasaran langkah-langkah penanggulangan kemiskinan adalah bagaimana meningkatkan kapasitas  dari sumber-sumber penggeraknya melalui peningkatan mutu sumber daya, perbaikan teknologi, maupun efektivitas koordinasi dari faktor-faktor tersebut melalui penyempurnaan kelembagaan/organisasi sosial ekonomi di masing-masing wilayah.
Penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan secara singkat dan sekaligus karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin dan keterbatasan sumberdaya untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar. Oleh sebab itu rencana aksi penanggulangan kemiskinan dipusatkan pada prioritas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, lingkungan hidup dan sumberdaya alam, rasa aman, dan berpartisipasi dengan memperhitungkan kemajuan secara bertahap.[6]
Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi ukuran penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan hak-hak dasar adalah sebagai  berikut :
1.     hak atas pangan
2.     hak atas layanan kesehatan
3.     hak atas layanan pendidikan
4.     hak atas pekerjaan dan berusaha
5.     hak atas perumahan
6.     hak atas air bersih dan sanitasi yang baik
7.     hak atas sumberdaya alam dan lingkungan hidup
8.     hak atas rasa aman
9.     hak untuk berpartisipasi
Dengan demikian, dalam menjalankan rencana aksi penanggulangan kemiskinan, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengelola anggaran, menerbitkan peraturan dan melakukan tindakan (obligation to conduct ) yang didasarkan pada hukum yang berlaku sehingga menjamin pemenuhan hak dasar, tidak menciptakan hambatan dan beban bagi masyarakat miskin, dan tidak mematikan inisiatif yang dilakukan oleh berbagai pihak


[1] Heru Nugroho, Negara, Pasar, dan Keadilan Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2001, hal. 188
[2] Gunawan Sumodiningrat, Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia  Agenda Kini Dan Ke Depan. Jakarta: Bappenas. 2003, hal 1-2
[3] Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : Refika Aditama, 2005, hal 7-8
[4] Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Buku panduan “Kebijakan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan”. 2005, hal. 1-2
[5] Soetatwo Hadiwiguno dan Agus Pakpahan, Identifikasi  Wilayah Miskin di Indonesia. Jakarta : Prisma. 1993, hal 27
[6] Sumedi Andono Mulyo, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta : Bappenas, 2005, hal. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar