Senin, 04 Februari 2013

REFORMASI BIROKRASI


REFORMASI BIROKRASI

Hingga memasuki satu dasawarsa sejak reformasi digulirkan, perbaikan birokrasi pemerintah belum memperlihatkan  tanda-tanda   kemajuan  yang  berarti.

Hal ini tercermin dari masih tingginya penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tidak efisiennya organisasi pemerintahan di pusat dan daerah, rendahnya kualitas pelayanan publik, dan lemahnya fungsi lembaga pengawasan sehingga banyak kelemahan birokrasi yang belum menampakkan tanda-tanda dilakukannya perbaikan.

Peran birokrasi yang profesional, yang mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung terpenuhinya kebutuhan masyarakat agar masyarakat mampu melakukan kegiatan lainnya secara mandiri belumlah nampak. Salah satu penyebab ketidakprofesionalan tersebut adalah adanya ketidakseimbangan antara kewenangan, hak dan tanggung jawab. Ketidakseimbangan ini pada akhirnya mengakibatkan kecenderungan yang tinggi di kalangan pegawai pemerintah untuk menyalahgunakan kewenangan dan bersikap apatis atau tidak termotivasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya yang serius dan tegas dalam mencoba memperbaiki birokrasi kita. Upaya tersebut sangat perlu dilakukan agar birokrasi mampu keluar dari penyakit kronis KKN yang diidapnya dalam semua tingkatan pemerintahan, pada hampir semua lini lembaga dan pada hampir semua kegiatan.

Proses refomasi birokrasi yang dilakukan pemerintah saat ini belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan harapan masyarakat. Sementara itu berbagai publikasi lembaga independent internasional yang berkonsentrasi terhadap masalah pelayanan  menunjukkan rendahnya kinerja pelayanan birokrasi, yang menempatkan Indonesia pada kelompok terbawah bersama negara berkembang dari Asia dan Afrika.
Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy menunjukkan bahwa kualitas birokrasi di Indonesia termasuk yang terburuk bersama Vietnam dan India. Gambaran ini juga sedikit banyak menyiratkan betapa agenda reformasi birokrasi tidak pernah secara serius menjadi prioritas utama dari pemerintah. Hasil serupa juga ditunjukkan The World Competitiveness Yearbook yang dikeluarkan oleh Institute for Management Development (IMD) yang menggolongkan indeks kompetitif birokrasi Indonesia di kelompok terendah sebelum India dan Vietnam.

Reformasi birokrasi juga sangat diperlukan untuk menciptakan clean and good governance. Sebagai salah satu negara terkorup, kita telah menjadi bulan-bulanan dan bahan ejekan dalam pergaulan antar bangsa. Betapa tidak, berbagai peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan untuk mengatasi berbagai tindakan KKN di lingkungan pemerintahan ternyata sampai saat ini belum mampu mengendalikan korupsi, bahkan korupsi cenderung makin melebar pada hampir seluruh lini kepemerintahan, termasuk juga pada lembaga-lembaga tinggi negara.

Sebenarnya kesungguhan awal untuk melakukan pemberantasan KKN telah ditetapkan melalui Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN dalam salah satu arah kebijakan Penyelenggara Negara yang menyatakan perlunya “membersihkan penyelenggara negara dari praktik KKN dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan internal dan fungsional serta pengawasan masyarakat, dan mengembangkan etika dan moral”. Kemudian UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, serta UU 31 Tahun 1999 j.o. UU 30 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi. UU tersebut juga mengamanatkan dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Namun berbagai aturan tersebut hanya menjadi dokumen saja tanpa ada keseriusan untuk menjalankannya. 

Konsep Penanggulangan Kemiskinan



 Konsep Penanggulangan Kemiskinan

Kemiskinan merupakan permasalahan  yang sudah ada sejak dimulainya peradaban manusia ada dan hingga kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun. Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang bersifat umum, bukan merupakan fenomena yang bersifat khusus pada masyarakat yang berlatar belakang, suku bangsa dan agama.
Kemiskinan bukanlah sesuatu yang terwujud sendiri, terlepas dari aspek-aspek lainnya, tetapi terwujud sebagai hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Kemiskinan suatu negara atau daerah tidak hanya dipengaruhi oleh agama, kepercayaan, sikap hidup dan adat istiadat, tetapi juga dipengaruhi oleh variabel-variabel lain. Dari kedua pendapat ini jelas memberikan gambaran bahwa kemiskinan ditimbulkan oleh berbagai faktor.
Akar penyebab kemiskinan dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, kemiskinan   alamiah , yaitu kemiskinan yang disebabkan faktor alam, sumber-sumber daya yang langka dan akibat perkembangan teknologi yang rendah. Ini mempunyai pengertian faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemiskinan dalam sebuah masyarakat secara alami memang ada, tetapi dalam katagori kemiskinan yang seperti ini pada umumnya tidak mempunyai kesenjangan yang terlalu tinggi.  Kedua, kemiskinan struktural atau kemiskinan yang diakibatkan oleh kebijakan suatu sistem supra-struktur atau politik. Kebijakan telah membuat sekelompok masyarakat mendominasi penguasaan sarana ekonomi , sementara itu  kelompok masyarakat lainnya  tidak   memiliki  kesempatan. Pada kategori ini,  kesenjangan  ekonomi masyarakat  sangat  tinggi antara yang miskin dan yang kaya.
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah bentuk kemiskinan struktural atau buatan, karena sebenarnya secara alamiah Indonesia mempunyai cukup potensi dan sumber daya yang cukup untuk tidak mengalami kemiskinan. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan akibat dari super-struktur yang membuat sebagian anggota atau kelompok masyarakat tertentu mendominasi sarana ekonomi, sosial, politik dan budaya. Struktur ini menyebabkan tidak adanya  pemerataan, tidak berkembangnya kualitas dan daya kreasi rakyat dalam pelaksanaan pembangunan serta dipinggirkannya peran dan partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan pembangunan yang terindikasi dengan melemahnya tingkat keswadayaan masyarakat.
Kemiskinan, pada kenyataannya, lebih dilihat dari sudut ekonomi semata. Batasan kemiskinan adalah suatu kondisi di mana orang tidak memiliki harta benda atau mempunyai pendapatan di bawah batasan nominal tertentu. Tingkatan kemiskinan dinilai atau ditentukan berdasarkan ukuran-ukuran materi yang sudah didefinisikan sebelumnya, seperti: kondisi fisik dari bangunan atau lingkungan permukiman.
Pengertian kemiskinan yang sangat ekonomistik dan sempit akan melahirkan bentuk-bentuk kebijakan penanggulangan kemiskinan yang lebih merupakan 'bantuan' ekonomi saja. Pemahaman kemiskinan dalam arti yang lebih luas, atau sering didefinisikan sebagai kemiskinan majemuk, adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia.
Adapun tingkat kemiskinan dibedakan dalam dua kategori yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat, yaitu antar kelompok  masyarakat yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pada garis kemiskinan dan kelompok masyarakat yang miskin karena mempunyai tingkat pendapatan relatif lebih rendah dari pada garis kemiskinan.[1]
Kemiskinan adalah kondisi yang disebabkan karena beberapa kekurangan dan kecacatan individual baik dalam bentuk kelemahan biologis, psikologis maupun kultural yang menghalangi seseorang memperoleh kemajuan dalam kehidupannya. Selain itu, faktor struktural merupakan penyebab orang menjadi miskin. Seseorang yang berada di lingkungan masyarakat yang mempunyai karakteristik antara lain : distribusi penguasaan resources yang timpang, gagal dalam mewujudkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, institusi sosial yang melahirkan berbagai bentuk diskriminasi.
Secara umum masyarakat miskin tidak hanya ditandai dengan lemahnya faktor ekonomi akan tetapi merupakan suatu ketidakberdayaan masyarakat dalam berbagai hal, yaitu : [2]
Masyarakat miskin ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam hal: (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar; (2) melakukan kegiatan usaha produktif; (3) menjangkau akses sumberdaya sosial dan ekonomi; (4) menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik; dan (5) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan ini menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat.

Berkaitan dengan fenomena kemiskinan di Indonesia, umumnya mereka yang tergolong  miskin adalah kelompok masyarakat yang berpendidikan rendah dan hidup di daerah pinggiran (periphery). Karena pendidikannya rendah dan menempati sektor geografis yang jauh dari penguasaan aset-aset produksi, maka sangat sulit bagi mereka untuk memperoleh pendidikan layak. Kedua aspek itu melingkar-lingkar terus dan jarang bisa ditemukan titik tempat pemberhentiannya, Maka antara kemiskinan dan kualitas pendidikan yang rendah merupakan faktor yang saling terkait yang bisa menjadi sebab dan akibat dari rendahnya produktivitas ekonomi.
Keseluruhan konsep kemiskinan yang bersifat multidimensional menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :[3]
1.   ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan).
2.   ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3.   ketiadaan jaminan masa depan (karena tidanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4.   kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun missal.
5.   rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam.
6.   ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.   ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8.   ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.   ketidakmampuan dan ketidak beruntungan sosial (anal terlantar, wanita korban tindak kekerasan dalam rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

Problem kemiskinan di Indonesia merupakan masalah sosial yang relevan untuk dikaji terus-menerus dan dicarikan solusinya. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan menjadi persoalan masyarakat, akan tetapi juga karena gejala kemiskinan semakin meningkat sejalan dengan terjadinya krisis multidimensional yang dihadapi oleh Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan, beragam kebijakan dan program telah disebar dan terapkan oleh pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan ini, sehingga tidak sedikit jumlah dana yang telah dikeluarkan demi menanggulangi kemiskinan. Tak terhitung berapa kajian dan ulasan telah dilakukan di universitas, hotel berbintang, dan tempat lainnya. Pertanyaannya: mengapa kemiskinan masih menjadi bayangan buruk wajah kemanusiaan kita hingga saat ini?.
Upaya penurunan derajat kemiskinan telah dilakukan selama tiga dekade di Indonesia, ternyata masih sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi, politik, sosial dan bencana alam yang terjadi di berbagai daerah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelemahan mendasar dari penanggulangan kemiskinan, antara lain :[4]
1.    masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro,
2.    kebijakan yang terpusat,
3.    lebih bersifat karikatif,
4.    memposisikan masyarakat sebagai obyek,
5.    cara pandang tentang kemiskinan,
6.    asumsi permasalahan dan penanggulangan kemiskinan yang dianggap sama.

Dalam rangkaian program pembangunan di dalam menanggulangi masyarakat yang mengalami masalah sosial tersebut perlu dipahami berbagai hal yang berkaitan dengan seluk beluk permasalahannya. Bagi masalah kemiskinan yang akan ditampilkan dalam penelitian ini, semestinya perlu dipahami paling tidak kondisi, instenitas dan komplikasi yang terjadi di samping tentu saja faktor-faktor yang melatarbelakangi masalah kemiskinan tersebut. Untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat miskin yang dibutuhkan bukan sekedar program yang sifatnya parsial, namun langkah-langkah yang terpadu dan benar-benar fungsional dalam mendukung upaya pemberdayaan penduduk miskin itu sendiri, khususnya di kalangan keluarga yang secara sosial rentan, dari segi kesehatan rapuh, dan yang memiliki akses teramat kecil di bidang pendidikan.
Karakteristik utama dan penyebab utama kemiskinan pada wilayah miskin mencakup :[5] (1) sumber daya alam, (2) teknologi dan unsur pendukungnya, (3) sumber daya manusia, dan (4) sarana dan prasarana termasuk kelembagaan. Adapun sasaran langkah-langkah penanggulangan kemiskinan adalah bagaimana meningkatkan kapasitas  dari sumber-sumber penggeraknya melalui peningkatan mutu sumber daya, perbaikan teknologi, maupun efektivitas koordinasi dari faktor-faktor tersebut melalui penyempurnaan kelembagaan/organisasi sosial ekonomi di masing-masing wilayah.
Penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan secara singkat dan sekaligus karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin dan keterbatasan sumberdaya untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar. Oleh sebab itu rencana aksi penanggulangan kemiskinan dipusatkan pada prioritas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, lingkungan hidup dan sumberdaya alam, rasa aman, dan berpartisipasi dengan memperhitungkan kemajuan secara bertahap.[6]
Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi ukuran penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan hak-hak dasar adalah sebagai  berikut :
1.     hak atas pangan
2.     hak atas layanan kesehatan
3.     hak atas layanan pendidikan
4.     hak atas pekerjaan dan berusaha
5.     hak atas perumahan
6.     hak atas air bersih dan sanitasi yang baik
7.     hak atas sumberdaya alam dan lingkungan hidup
8.     hak atas rasa aman
9.     hak untuk berpartisipasi
Dengan demikian, dalam menjalankan rencana aksi penanggulangan kemiskinan, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengelola anggaran, menerbitkan peraturan dan melakukan tindakan (obligation to conduct ) yang didasarkan pada hukum yang berlaku sehingga menjamin pemenuhan hak dasar, tidak menciptakan hambatan dan beban bagi masyarakat miskin, dan tidak mematikan inisiatif yang dilakukan oleh berbagai pihak


[1] Heru Nugroho, Negara, Pasar, dan Keadilan Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2001, hal. 188
[2] Gunawan Sumodiningrat, Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia  Agenda Kini Dan Ke Depan. Jakarta: Bappenas. 2003, hal 1-2
[3] Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : Refika Aditama, 2005, hal 7-8
[4] Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Buku panduan “Kebijakan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan”. 2005, hal. 1-2
[5] Soetatwo Hadiwiguno dan Agus Pakpahan, Identifikasi  Wilayah Miskin di Indonesia. Jakarta : Prisma. 1993, hal 27
[6] Sumedi Andono Mulyo, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta : Bappenas, 2005, hal. 4

FIQIH ZAKAT


Artikel zakat ini kami buat dengan merujuk pada tulisan salahsatu Ulama Besar DR. Yusuf Al-Qardhowy tentang Fiqih Zakat.
oleh
Mohammad Mulyadi
”Bagi orang yang mengaku beriman kepada Allah SWT, zakat merupakan kewajiban yang tidak membuatnya ragu akan berkurangnya harta yang dimilikinya.  Tapi zakat  adalah usaha mensucikan harta kita dari bercampurnya dengan hak  orang lain”.
                Salah satu surat yang terakhir turun adalah surat At Taubah yang juga merupakan salah satu surat dalam Quran yang menumpahkan perhatian besar pada zakat.  Coba kita perhatikan ayat-ayat surat At Taubah di bawah ini yang tidak lepas dari masalah zakat :
a.         Dalam ayat permulaan surat itu Allah memrintahkan agar orang-orang musyrik yang melanggar perjanjian damai itu dibunuh.  Tetapi jika mereka (1) bertaubat, (2) mendirikan shalat wajib, dan (3) membayar zakat, maka berilah mereka kebebasan (QS 9:5).
b.         Enam ayat setelah ayat diatas Allah berfirman :"...jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan membayar zakat, barulah mereka teman kalian seagama...." (QS 9:11)
c.          Allah juga merestui orang-orang yang menyemarakan masjid; yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, mendirikan sholat, membayar zakat (QS 9:18)
d.         Allah mengancam dengan azab yang pedih kepada orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah (QS 9:34-35)
e.          Dalam surat ini juga terdapat penjelasan tentang sasaran-sasaran penerima zakat, yang sekaligus menampik orang-orang yang rakus yang ludahnya meleleh melihat kekayaan zakat tanpa hak.  (QS 9:60).
f.          Allah menjelaskan pula bahwa zakat merupakan salah satu institusi seorang Mu'min (QS 9:71) yang membedakannya dari orang munafik (yang menggenggam tangan mereka/kikir, QS 9:67).


1
 


g.         Allah memberikan instruksi kepada Rasul-Nya dan semua orang yang bertugas memimpin ummat setelah beliau untuk memungut zakat     (QS 9:103)
             Khuz min amwalihim shadaqah....(Pungutlah zakat dari kekayaan  mereka....). 
             Kata "min" berarti sebagian dari harta, bukan seluruh kekayaan. 
             Kata "amwalihim" dalam bentuk jamak yang berarti : harta-harta kekayaan mereka, yaitu meliputi berbagai jenis kekayaan. 
             Kata shodaqah dalam ayat ini oleh kebanyakan ulama salaf maupun khalaf ditafsirkan sebagai zakat dengan dasar hadits dan riwayat shahabat. 
Kesimpulan yang dapat ditarik berkaitan dengan zakat ini, bahwa seseorang: tanpa menge­lu­ar­kan zakat
1.              belum dianggap sah masuk barisan orang-orang yang bertaqwa.
2.              tidak dapat dibedakan dari orang-orang musyrik
3.              tidak bisa dibedakan dengan orang-orang munafik yang kikir.
4.              tidak akan mendapatkan rahmat Allah (QS 7:156)
5.              tidak berhak mendapat pertolongan dari Allah, Rasulnya dan orang-orang yang beriman (QS 5:55-56)
6.              tidak bisa memperoleh pembelaan dari Allah (QS 22:40-41)



2
 

Beberapa tujuan dan manfaat bagi yang berzakat :

1.         Zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir.
             Zakat yang dikeluarkan karena ketaatan pada Allah akan mensucikannya jiwa (9:103) dari segala kotoran dan dosa, dan terutama kotornya sifat kikir. 
             "Barangsiapa yang dipeliha­ra dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung" (59:9; 64:16). 
2.         Zakat mendidik berinfaq dan memberi.
             Berinfaq dan memberi adalah suatu akhlaq yang sangat dipuji dalam Al Qur'an, yang selalu di­kaitkan dengan keimanan dan ketaqwaan (2:1-3; 42:36-38; 3:134; 3:17; 51:15-19; 92:1-21)
3.         Berakhlaq dengan Akhlaq Allah
                Apabila manusia telah suci dari kikir dan bakhil, dan sudah siap memberi dan berinfak, maka ia telah mendekatkan akhlaqnya dengan Akhlaq Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pemberi.
4.         Zakat merupakan manifestasi syukur atas Nikmat Allah.
5.         Zakat mengobati hati dari cinta dunia.
                Tenggelam kepada kecintaan dunia dapat memalingkan jiwa dari kecintaan kepada Allah dan ketakutan kepada akhirat. Adalah suatu lingkaran yang tak berujung; Usaha mendapatkan harta, mendapatkan kekuasaan, dst.  Syariat Islam memutuskan lingkaran tsb dengan mewajibkan zakat, sehingga terhalanglah nafsu dari lingkaran syetan itu.  Bila Allah mengaruniai harta dengan disertai ujian/fitnah (21:35; 64:15; 89:15) maka zakat melatih si Muslim untuk menandingi fitnah harta dan fitnah dunia tsb.
6.         Zakat mengembangkan kekayaan bathin
             Pengamalan zakat mendorong manusia untuk menghilangkan egoisme, menghilangkan kelemahan jiwanya, sebaliknya menimbulkan jiwa besar dan menyuburkan perasaan optimisme.



3
 


7.         Zakat menarik rasa simpati/cinta
             Zakat akan menimbulkan rasa cinta kasih orang-orang yang lemah dan miskin kepada orang yang kaya.  Zakat melunturkan rasa iri dengki pada si miskin yang dapat mengancam si kaya dengan munculnya rasa simpati dan doa ikhlas si miskin atas si kaya.
8.         Zakat mensucikan harta dari bercampurnya dengan hak orang lain (Tapi zakat tidak bisa mensucikan harta yang diperoleh dengan jalan haram).
9.         Zakat mengembangkan dan memberkahkan harta.               
             Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda (34:39; 2:268;dlll).  Sehingga tidak ada rasa khawatir bahwa harta akan berkurang.

Beberapa pertanyaan tentang Zakat
ü  Bolehkah atau tidak mengeluarkan zakat fitrah bukan dengan beras tetapi dengan uang ?
Pada zaman Rasulullah SAW, kaum muslimin membayar zakat bukan dengan uang, tetapi bukan juga dengan beras, melainkan dengan bahan makanan pokok mereka. Kalangan yang memahami teks hadist secara harfiah, berpendapat bahwa berzakat fitrah dengan uang adalah tidak sah, dengan alasan tidak  ada tuntunan dari Nabi. Namun sebagian Ulama berpendapat boleh saja zakat fitrah dibayar dengan uang. Diantara Ulama yang berpendapat boleh saja zakat fitrah dibayar dengan uang ialah At Tsauri, Abu Hanifah, Umar ibn Abdul Azis dan Imam Hasan Basri. Abu Ishaq berkata : ”Aku mendapatkan orang-orang membayarkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan beberapa dirham seharga makanannya”. Ibnu Abu Syaibah dari Aun berkata : ”Aku mendengar surat dari Umar bin Abdul Azis yang dibacakan ’Abdi’, Gubernur Basrah, bahwa zakat fitrah itu diambil dari gaji pegawai kantor, masing-masing setengah dirham”.


4
 

Yusuf Qardhowy mengemukakan tiga alasan kebolehan membayar zakat fitrah atau zakat lainnya dengan uang. Salah satu adalah bahwa pembayaran zakat dengan harganya (dengan uang) itu lebih mudah di zaman kita sekarang ini.

ü  Kapan waktunya  zakat fitrah diserahkan
Waktu pengeluaran sebaiknya sebelum sholat ied. Kalau dikhawatirkan tidak akan terbagi, maka boleh pada awal Ramadhan. Kalau dikeluarkan setelah sholat ied, maka statusnya hanya berupa shadaqah biasa, bukan zakat fitrah lagi.
ü  Berapa besarnya zakat fitrah
Besarnya zakat fitrah adalah satu sha’ kurma atau gandum (beras) setara dengan 2,751 kg beras.
Hadist Rasulullah SAW, Ibnu Umar berkata : ” Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum terhadap hamba dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan kecil dan besar dari kaum Muslimin (Bukhari dan Muslim).
ü  Siapa saja yang berhak menerima zakat
Yangberhak menerima zakat (semua jenis zakat) hanya delapan golongan :     1. Fakir, 2. Miskin, 3. Pengurus Zakat (’amil) 4. Muallaf, 5. Hamba sahaya, 6. orang yang dililit utang, 7. Orang yang berjuang di jalan Allah, 8. Orang yang sedang dalam perjalanan untuk hal-hal yang baik.
ü  Contoh sederhana cara menghitung Zakat Harta Penghasilan
Berzakat dengan harta penghasilan dari pencarian dan profesi hukumnya wajib dan mengeluarkannya dilakukan setelah menghitung seluruh keperluan pokok kita dalam bulan tersebut. Keperluan pokok tersebut bisa berupa cicilan rumah, listrik, telepon, anak sekolah, makan/minum, hutang, dll.
Contohnya :
Penghasilan / bulan                               : Rp. 8.500.000,- X 12 bulan = Rp. 102.000.000,-
Pengeluaran                           : Rp. 5.450.000,- X 12 bulan = Rp.   65.400.000,-
dengan rincian perbulan sebagai berikut,

¯  Listrik                             : Rp.    300.000,-
¯  Cicilan rumah                  : Rp.    700.000,-
¯  Telepon/Hp                    : Rp.    250.000,-
¯  Anak Sekolah                 : Rp.    200.000,-
¯  Transportasi                  ; Rp.    500.000,-
¯  Makan/minum                 : Rp. 3.000.000,-
¯  Hutang (cicilan)                              : Rp.    500.000,-


5
 


Dengan demikian Rp. 102.000.000 –  Rp. 65.400.000 =  Rp.              36.600.000,-
Syarat zakat harta (maal) apabila penghasilan kita setelah dikurangi pengeluaran pokok seperti contoh di atas setara (sama) atau lebih nilainya dari 85 gram emas.
Kalau emas di pasar / toko dengan kadar 24 Karat kira-kira harganya Rp. 400.000,-
Rp. 36.600.000  ≥ Rp. 34.000.000
 
maka 85 gram x 400.000 = Rp. 34.000.000,-


Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, karena sisa penghasilan kita setelah dikurangi pengeluaran pokok melebihi nisab 85 gram emas, maka kita wajib untuk berzakat. Dengan perhitungan sebagai berikut :
Rp. 36.600.000  x  2,5 % = Rp. 915.000,-
Jadi besarnya zakat yang harus kita keluarkan adalah Rp. 915.000,-

Menghitung Zakat Tabungan

Bagaimana menghitung zakat tabungan ?
1.        Milik Penuh
Tabungan tersebut sepenuhnya milik kita (tidak ada di dalamnya milik orang lain).
2.        Berkembang
Tabungan pada hakikatnya dapat berkembang, melalui bagi hasil yang diberikan oleh pihak bank. Namun jika berkurang, karena sering diambil untuk keperluan hidup selama setahun, maka harus tetap dihitung apakah telah sampai nishabnya atau tidak.
3.        Cukup Nishab
Nilai zakat tabungan adalah 85 gram emas dan besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %.
Kalau 1 gram emas murni (24 karat) berharga Rp. 400.000,- saat kita akan membayar zakat, maka 85 gram x Rp. 400.000 = Rp.34.000.000,- 
Contoh :
Jika tabungan kita berjumlah Rp. 40.000.000, maka nishabnya telah cukup untuk dikeluarkannya zakat, karena nilai tabungan kita lebih dari Rp.34.000.000 (nishab wajib zakat)
6
 
Dengan demikian Rp.40.000.000 x 2,5 % = Rp.1.000.000,-


4.      Berlalu Setahun
Zakat ini wajib dikeluarkan bila harta kita tersebut jumlahnya berlalu selama dua belas bulan Qomariyah (1 tahun Hijriah).

Contoh tanggal 1 syawal 1431 H, jumlah uang tabungan kita Rp.45.000.000 dan dalam perjalanannya selama setahun, pada tanggal 29 Ramadhan 1432 H tabungan kita bersisa Rp.40.000.000,-, maka kita wajib mengeluarkan zakatnya sebesar :
Rp. 40.000.000 x 2,5 % = Rp.1.000.000,-

5.      Lebih dari Kebutuhan Biasa
Kebutuhan harus dibedakan dengan keinginan.  Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan rutin, yaitu sesuatu yang betul-betul diperlukan untuk kelestarian hidup; seperti halnya belanja sehari-hari, rumah kediaman, pakaian, dan senjata untuk mempertahankan diri, peralatan kerja, perabotan rumah tangga, hewan tunggangan, dan buku-buku ilmu pengetahuan untuk kepentingan keluarga (karena kebodohan dapat berarti kehancuran). 
6.      Bebas dari Hutang
Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang merupakan penghalang wajib zakat.  Namun apabila hutang itu ditangguhkan pembayarannya (tidak harus sekarang juga dibayarkan), maka tidaklah lepas wajib zakat (seperti halnya hutang karena meng-kredit sesuatu).
Demikian pembahasan tentang zakat ini, disampaikan kepada kaum muslimin dan muslimat, semoga kita mendapat petunjuk dari Allah SWT. Amin.
7
 
Kritik dan Saran : Hp. 08124160116 (M. Mulyadi)
 
MARI BERBAGI ZAKAT