Selasa, 20 Maret 2012

FALSIFIKASI DEMOKRASI


FALSIFIKASI DEMOKRASI


Proses demokratisasi di dunia masih terus berlanjut. Dengan dalih demokrasi, Amerika dengan mudahnya berperang melawan negara yang dianggap selama ini belum berdemokrasi dengan baik. Dengan dalih demokrasi, Amerika dengan mudahnya memberikan bantuan kepada negara lain. Dengan dalih demokrasi,  Amerika mau bekerjasama lebih jauh dengan negara lain. Dengan demokrasi, Amerika berdalih untuk apapun.

Hampir semua negara di dunia menyakini demokrasi sebagai “tolok ukur tak terbantahkan dari ke absahan politik.” Keyakinan bahwa kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya sistem politik demokrasi. Hal itu menunjukan bahwa rakyat di letakkan pada posisi penting walaupun secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama.

Dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi secara bahasa demis-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.
Amerika sebagai negara yang mengaku paham dan telah melaksanakan sepenuhnya prinsip-prinsip demokrasi, seolah menjadi “pengadil” dalam “menghukum” bangsa mana yang melakukan “penindasan” terhadap rakyatnya. Hal ini karena sistem politik nondemokrasi dianggap sebagai  sistem politik otoriter, totaliter, sistem diktator, rezim militer, rezim satu partai, monarki absolut, dan sistem komunis.

Tapi apakah dengan ingin menegakkan demokrasi, lantas Amerika dan sekutunya boleh melanggar kedaulatan negara lain. Coba bayangkan, sekiranya Indonesia dianggap sedang melakukan penindasan/pelanggaran HAM. Kemudian Amerika yang mempunyai kekuatan diplomasi di PBB dan organisasi dunia lainnya memutuskan untuk mengintervensi negara kita.  Apakah kita bisa menerima hal itu?.

Inilah yang pernah terjadi di Irak, Libya saat ini dan banyak negara lain di dunia yang pernah menjadi korban intervensi Amerika Serikat. Amerika seolah membawa bungkusan yang indah, namun di dalam bungkusan itu terdapat bom waktu yang  bisa mengorbankan banyak warga sipil yang tidak berdosa.
Amerika Serikat menampilkan dirinya sebagai demokrasi yang paling maju di dunia. Konstitusi Amerika Serikat dianggap konstitusi standar emas yang menyatakan setiap manusia dilahirkan setara dan menjamin kebebasan dan pengejaran kebahagiaan tanpa pandang keyakinan, ras atau jender.

Demokrasi telah banyak meninggalkan noda darah, karena melalui darah, Amerika mampu menunjukkan bahwa ia adalah negara yang mampu memberi donor pada negara-negara yang telah bersimbah darah.

Merujuk kepada perkembangan kehidupan global saat ini, kekuatan-kekuatan yang mengatasnamakan demokrasi dilakukan dengan rekayasa yang kelihatannya cantik dan masuk akal dengan kampanye bahaya otoritarianisme,  terorisme, radikalisme agama tertentu, dan adanya poros setan.

Terorisme kejam dan radikalisme tertentu yang terjadi di berbagai kawasan menggambarkan perubahan "setan" ketika diruntuhkannya gedung WTC di New York yang mengakibatkan bentuk pembunuhan massal. Berkaitan dengan imej bahwa bangsa Amerika Serikat justru dikampanyekan menjadi bangsa satu-satunya yang memiliki kemampuan menjaga perdamaian, dan negeri Amerika Serikat yang aman tenteram, maka runtuhnya gedung WTC dimaksud menimbulkan kekuatan yang sangat besar. Momentum inilah yang menjadikan terciptanya sinergi di kalangan bagian terbanyak warga negara Amerika Serikat dan menciptakan kondisi warga negara AS yang siap membiayai suatu perang besar.

Dalam politik demokrasi, hal ini dikenal semacam black hole dalam tata politik, populer disebut the dark-side of democracy (sisi gelap demokrasi). Melalui proses yang demokratis, akan terjadi transformasi kedaulatan menjadi kewenangan. Kewenangan inilah yang dimanfaatkan oleh Amerika dan sekutunya dalam mengintervensi negara-negara yang “tidak berdemokrasi dengan baik.”

Akhirnya hukum besi oligarki muncul. Bangsa oligarki ini berkuasa di dunia atas nama rakyat yang tertindas, selalu berusaha memperpanjang bahkan jika mungkin melestarikan dan memonopoli kekuasaan dan ekonomi yang dipegangnya dengan selubung ideologi tertentu yaitu demokrasi, dengan dalih consensus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bangsa oligarki ini menghancurkan setiap negara yang menentang dan mempertanyakan legitimasinya dengan berbagai macam tuduhan dan fitnah.

Lantas dimana letak falisifikasi demokrasi. Sesuai dengan artinya, falsifikasi adalah teori yang gagal karena tidak dapat bertahan terhadap suatu eksperimen dan digantikan oleh teori spekulatif lain. Ini berarti, demokrasi berkembang melalui kesalahan dan kekeliruan yang telah secara tidak langsung diterapkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Oleh karena itu demokrasi sangat pantas untuk dikaji kembali guna ditemukan teori-teori baru yang baik untuk kemaslahatan umat manusia.



   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar