REFORMASI BIROKRASI
Hingga memasuki satu
dasawarsa sejak reformasi digulirkan, perbaikan birokrasi pemerintah belum memperlihatkan
tanda-tanda kemajuan
yang berarti.
Hal ini tercermin dari masih tingginya
penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
tidak efisiennya organisasi pemerintahan di pusat dan daerah, rendahnya
kualitas pelayanan publik, dan lemahnya fungsi lembaga pengawasan sehingga
banyak kelemahan birokrasi yang belum menampakkan tanda-tanda dilakukannya
perbaikan.
Peran birokrasi yang profesional, yang
mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung terpenuhinya kebutuhan
masyarakat agar masyarakat mampu melakukan kegiatan lainnya secara mandiri
belumlah nampak. Salah satu penyebab ketidakprofesionalan tersebut adalah
adanya ketidakseimbangan antara kewenangan, hak dan tanggung jawab.
Ketidakseimbangan ini pada akhirnya mengakibatkan kecenderungan yang tinggi di
kalangan pegawai pemerintah untuk menyalahgunakan kewenangan dan bersikap apatis
atau tidak termotivasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu
diperlukan berbagai upaya yang serius dan tegas dalam mencoba memperbaiki
birokrasi kita. Upaya tersebut sangat perlu dilakukan agar birokrasi mampu
keluar dari penyakit kronis KKN yang diidapnya dalam semua tingkatan
pemerintahan, pada hampir semua lini lembaga dan pada hampir semua kegiatan.
Proses
refomasi birokrasi yang dilakukan pemerintah saat ini belum menunjukkan hasil
yang sesuai dengan harapan masyarakat. Sementara itu berbagai publikasi lembaga
independent internasional yang berkonsentrasi terhadap masalah pelayanan menunjukkan rendahnya kinerja pelayanan
birokrasi, yang menempatkan Indonesia
pada kelompok terbawah bersama negara berkembang dari Asia
dan Afrika.
Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy menunjukkan
bahwa kualitas birokrasi di Indonesia
termasuk yang terburuk bersama Vietnam
dan India .
Gambaran ini juga sedikit banyak menyiratkan betapa agenda reformasi birokrasi
tidak pernah secara serius menjadi prioritas utama dari pemerintah. Hasil
serupa juga ditunjukkan The World
Competitiveness Yearbook yang
dikeluarkan oleh Institute for Management Development (IMD) yang menggolongkan indeks kompetitif birokrasi Indonesia di kelompok terendah sebelum India dan Vietnam .
Reformasi birokrasi juga sangat
diperlukan untuk menciptakan clean
and good governance. Sebagai salah satu negara terkorup,
kita telah menjadi bulan-bulanan dan bahan ejekan dalam pergaulan antar bangsa.
Betapa tidak, berbagai peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan
untuk mengatasi berbagai tindakan KKN di lingkungan pemerintahan ternyata
sampai saat ini belum mampu mengendalikan korupsi, bahkan korupsi cenderung
makin melebar pada hampir seluruh lini kepemerintahan, termasuk juga pada
lembaga-lembaga tinggi negara.
Sebenarnya kesungguhan awal untuk
melakukan pemberantasan KKN telah ditetapkan melalui Tap MPR No. IV/MPR/1999
tentang GBHN dalam salah satu arah kebijakan Penyelenggara Negara yang
menyatakan perlunya “membersihkan penyelenggara negara dari praktik KKN dengan
memberikan sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan internal dan fungsional serta
pengawasan masyarakat, dan mengembangkan etika dan moral”. Kemudian UU No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, serta UU 31 Tahun
1999 j.o. UU 30 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi. UU tersebut juga
mengamanatkan dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK).
Namun berbagai aturan tersebut hanya menjadi dokumen saja tanpa ada keseriusan
untuk menjalankannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar