Konsep
Penanggulangan Kemiskinan
Kemiskinan merupakan permasalahan yang sudah ada
sejak dimulainya peradaban manusia ada dan hingga kini
masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun. Kemiskinan merupakan
fenomena sosial yang bersifat umum, bukan merupakan fenomena yang bersifat
khusus pada masyarakat yang berlatar belakang, suku bangsa dan agama.
Kemiskinan bukanlah sesuatu yang
terwujud sendiri, terlepas dari aspek-aspek lainnya, tetapi terwujud sebagai
hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Kemiskinan suatu negara atau daerah tidak hanya dipengaruhi oleh agama,
kepercayaan, sikap hidup dan adat istiadat, tetapi juga dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain. Dari kedua pendapat ini jelas memberikan gambaran bahwa
kemiskinan ditimbulkan oleh berbagai faktor.
Akar penyebab kemiskinan dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama,
kemiskinan alamiah , yaitu kemiskinan
yang disebabkan faktor alam, sumber-sumber daya yang langka dan akibat
perkembangan teknologi yang rendah. Ini mempunyai pengertian faktor-faktor yang
dapat menyebabkan kemiskinan dalam sebuah masyarakat secara alami memang ada,
tetapi dalam katagori kemiskinan yang seperti ini pada umumnya tidak mempunyai
kesenjangan yang terlalu tinggi. Kedua, kemiskinan struktural atau
kemiskinan yang diakibatkan oleh kebijakan suatu sistem supra-struktur atau politik. Kebijakan telah membuat sekelompok masyarakat
mendominasi penguasaan sarana ekonomi , sementara itu kelompok masyarakat lainnya tidak
memiliki kesempatan. Pada
kategori ini, kesenjangan ekonomi masyarakat sangat
tinggi antara yang miskin dan yang kaya.
Kemiskinan yang
terjadi di Indonesia adalah bentuk kemiskinan struktural atau buatan, karena
sebenarnya secara alamiah Indonesia mempunyai cukup potensi dan sumber daya
yang cukup untuk tidak mengalami kemiskinan. Kemiskinan struktural adalah
kemiskinan akibat dari super-struktur yang membuat sebagian anggota
atau kelompok masyarakat tertentu mendominasi sarana ekonomi, sosial, politik
dan budaya. Struktur ini menyebabkan tidak adanya pemerataan, tidak berkembangnya kualitas dan
daya kreasi rakyat dalam pelaksanaan pembangunan serta dipinggirkannya peran
dan partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan pembangunan yang
terindikasi dengan melemahnya tingkat keswadayaan masyarakat.
Kemiskinan, pada kenyataannya, lebih dilihat dari sudut
ekonomi semata. Batasan kemiskinan adalah suatu kondisi di mana orang tidak
memiliki harta benda atau mempunyai pendapatan di bawah batasan nominal
tertentu. Tingkatan kemiskinan dinilai atau ditentukan berdasarkan
ukuran-ukuran materi yang sudah didefinisikan sebelumnya, seperti: kondisi
fisik dari bangunan atau lingkungan permukiman.
Pengertian kemiskinan yang sangat ekonomistik dan sempit
akan melahirkan bentuk-bentuk kebijakan penanggulangan kemiskinan yang lebih
merupakan 'bantuan' ekonomi saja. Pemahaman kemiskinan dalam arti yang lebih
luas, atau sering didefinisikan sebagai kemiskinan majemuk, adalah suatu
kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia.
Adapun tingkat kemiskinan dibedakan dalam dua kategori
yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara
absolut apabila tingkat pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan
kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam
masyarakat, yaitu antar kelompok
masyarakat yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan
yang lebih tinggi dari pada garis kemiskinan dan kelompok masyarakat yang miskin
karena mempunyai tingkat pendapatan relatif lebih rendah dari pada garis
kemiskinan.[1]
Kemiskinan adalah kondisi yang disebabkan karena beberapa
kekurangan dan kecacatan individual baik dalam bentuk kelemahan biologis,
psikologis maupun kultural yang menghalangi seseorang memperoleh kemajuan dalam
kehidupannya. Selain itu, faktor struktural merupakan penyebab orang menjadi
miskin. Seseorang yang berada di lingkungan masyarakat yang mempunyai
karakteristik antara lain : distribusi penguasaan resources yang timpang, gagal dalam mewujudkan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan, institusi sosial yang melahirkan berbagai
bentuk diskriminasi.
Secara umum masyarakat miskin tidak
hanya ditandai dengan lemahnya faktor ekonomi akan tetapi merupakan suatu
ketidakberdayaan masyarakat dalam berbagai hal, yaitu : [2]
Masyarakat miskin ditandai oleh
ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam hal: (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar; (2) melakukan kegiatan usaha produktif; (3) menjangkau akses sumberdaya
sosial dan ekonomi; (4) menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapat
perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta
sikap apatis dan fatalistik; dan (5) membebaskan diri dari mental dan budaya
miskin serta senantiasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan
ini menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk
berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat.
Berkaitan dengan fenomena
kemiskinan di Indonesia, umumnya mereka yang tergolong miskin adalah kelompok masyarakat yang
berpendidikan rendah dan hidup di daerah pinggiran (periphery). Karena
pendidikannya rendah dan menempati sektor geografis yang jauh dari penguasaan
aset-aset produksi, maka sangat sulit bagi mereka untuk memperoleh pendidikan
layak. Kedua aspek itu melingkar-lingkar terus dan jarang bisa ditemukan titik
tempat pemberhentiannya, Maka antara kemiskinan dan kualitas pendidikan yang
rendah merupakan faktor yang saling terkait yang bisa menjadi sebab dan akibat
dari rendahnya produktivitas ekonomi.
Keseluruhan konsep kemiskinan yang bersifat
multidimensional menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :[3]
1. ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan).
2. ketiadaan akses terhadap kebutuhan
hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan
transportasi).
3. ketiadaan jaminan masa depan (karena
tidanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. kerentanan terhadap goncangan yang
bersifat individual maupun missal.
5. rendahnya kualitas sumber daya
manusia dan keterbatasan sumber alam.
6. ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial
masyarakat.
7. ketiadaan akses terhadap lapangan kerja
dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. ketidakmampuan untuk berusaha karena
cacat fisik maupun mental.
9. ketidakmampuan dan ketidak beruntungan
sosial (anal terlantar, wanita korban tindak kekerasan dalam rumah tangga,
janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).
Problem kemiskinan di Indonesia merupakan masalah sosial
yang relevan untuk dikaji terus-menerus dan dicarikan solusinya. Ini bukan saja
karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan menjadi persoalan
masyarakat, akan tetapi juga karena gejala kemiskinan semakin meningkat sejalan
dengan terjadinya krisis multidimensional yang dihadapi oleh Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan, beragam kebijakan dan program telah disebar
dan terapkan oleh pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan ini,
sehingga tidak sedikit jumlah dana yang telah dikeluarkan demi menanggulangi
kemiskinan. Tak terhitung berapa kajian dan ulasan telah dilakukan di
universitas, hotel berbintang, dan tempat lainnya. Pertanyaannya: mengapa
kemiskinan masih menjadi bayangan buruk wajah kemanusiaan kita hingga saat
ini?.
Upaya penurunan derajat kemiskinan telah dilakukan selama
tiga dekade di Indonesia, ternyata masih sangat rentan terhadap perubahan
kondisi ekonomi, politik, sosial dan bencana alam yang terjadi di berbagai
daerah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelemahan mendasar dari
penanggulangan kemiskinan, antara lain :[4]
1. masih berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi makro,
2. kebijakan yang terpusat,
3. lebih bersifat karikatif,
4. memposisikan masyarakat sebagai obyek,
5. cara pandang tentang kemiskinan,
6. asumsi permasalahan dan penanggulangan
kemiskinan yang dianggap sama.
Dalam rangkaian program pembangunan di dalam
menanggulangi masyarakat yang mengalami masalah sosial tersebut perlu dipahami
berbagai hal yang berkaitan dengan seluk beluk permasalahannya. Bagi masalah
kemiskinan yang akan ditampilkan dalam penelitian ini, semestinya perlu
dipahami paling tidak kondisi, instenitas dan komplikasi yang terjadi di samping tentu saja faktor-faktor yang melatarbelakangi masalah kemiskinan
tersebut. Untuk meningkatkan kesejahteraan dan
memberdayakan masyarakat miskin yang dibutuhkan bukan sekedar program yang
sifatnya parsial, namun langkah-langkah yang terpadu dan benar-benar fungsional
dalam mendukung upaya pemberdayaan penduduk miskin itu sendiri, khususnya di kalangan keluarga yang secara sosial rentan, dari segi kesehatan rapuh, dan
yang memiliki akses teramat kecil di bidang pendidikan.
Karakteristik utama dan penyebab utama kemiskinan pada
wilayah miskin mencakup :[5] (1) sumber daya alam, (2) teknologi
dan unsur pendukungnya, (3) sumber daya manusia, dan (4) sarana dan prasarana termasuk kelembagaan. Adapun sasaran langkah-langkah penanggulangan
kemiskinan adalah bagaimana meningkatkan kapasitas dari sumber-sumber penggeraknya melalui
peningkatan mutu sumber daya, perbaikan teknologi, maupun efektivitas
koordinasi dari faktor-faktor tersebut melalui penyempurnaan
kelembagaan/organisasi sosial ekonomi di masing-masing wilayah.
Penanggulangan kemiskinan tidak
dapat dilakukan secara singkat dan sekaligus karena kompleksitas permasalahan
yang dihadapi masyarakat miskin dan keterbatasan sumberdaya untuk mewujudkan
pemenuhan hak-hak dasar. Oleh sebab itu rencana aksi penanggulangan kemiskinan dipusatkan pada prioritas
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, lingkungan hidup dan sumberdaya
alam, rasa aman, dan berpartisipasi dengan memperhitungkan kemajuan secara
bertahap.[6]
Berdasarkan hal tersebut, maka yang
menjadi ukuran penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan hak-hak dasar adalah
sebagai berikut :
1. hak atas pangan
2. hak atas layanan kesehatan
3. hak atas layanan pendidikan
4. hak atas pekerjaan dan berusaha
5. hak atas perumahan
6. hak atas air bersih dan sanitasi yang
baik
7. hak atas sumberdaya alam dan lingkungan
hidup
8. hak atas rasa aman
9. hak untuk berpartisipasi
Dengan demikian, dalam menjalankan
rencana aksi penanggulangan kemiskinan, pemerintah mempunyai kewajiban untuk
mengelola anggaran, menerbitkan peraturan dan melakukan tindakan (obligation to conduct ) yang didasarkan
pada hukum yang berlaku sehingga menjamin pemenuhan hak dasar, tidak
menciptakan hambatan dan beban bagi masyarakat miskin, dan tidak mematikan
inisiatif yang dilakukan oleh berbagai pihak
[2] Gunawan
Sumodiningrat, Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan Indonesia
Agenda Kini Dan Ke Depan. Jakarta: Bappenas. 2003,
hal 1-2
[3] Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Bandung : Refika Aditama, 2005, hal 7-8
[4] Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Buku panduan “Kebijakan Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan”. 2005, hal. 1-2
[5] Soetatwo
Hadiwiguno dan Agus Pakpahan, Identifikasi Wilayah Miskin di Indonesia. Jakarta :
Prisma. 1993, hal 27
[6] Sumedi Andono Mulyo, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan.
Jakarta : Bappenas, 2005, hal. 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar