FALSIFIKASI DEMOKRASI
Proses demokratisasi di dunia masih terus berlanjut. Dengan
dalih demokrasi, Amerika dengan mudahnya berperang melawan negara yang dianggap
selama ini belum berdemokrasi dengan baik. Dengan dalih demokrasi, Amerika
dengan mudahnya memberikan bantuan kepada negara lain. Dengan dalih demokrasi, Amerika mau bekerjasama lebih jauh dengan
negara lain. Dengan demokrasi, Amerika berdalih untuk apapun.
Hampir semua negara di dunia menyakini demokrasi sebagai
“tolok ukur tak terbantahkan dari ke absahan politik.” Keyakinan bahwa kehendak
rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya
sistem politik demokrasi. Hal itu menunjukan bahwa rakyat di letakkan pada
posisi penting walaupun secara operasional implikasinya di berbagai negara
tidak selalu sama.
Dari sudut bahasa (etimologis),
demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos
yang berarti rakyat dan cratos
atau cratein yang berarti
pemerintahan atau kekuasaan. Jadi secara bahasa demis-cratein atau demos-cratos
berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.
Amerika sebagai negara yang mengaku paham dan telah
melaksanakan sepenuhnya prinsip-prinsip demokrasi, seolah menjadi “pengadil” dalam
“menghukum” bangsa mana yang melakukan “penindasan” terhadap rakyatnya. Hal ini
karena sistem politik nondemokrasi dianggap sebagai sistem politik otoriter, totaliter, sistem
diktator, rezim militer, rezim satu partai, monarki absolut, dan sistem
komunis.
Tapi apakah dengan ingin menegakkan demokrasi, lantas
Amerika dan sekutunya boleh melanggar kedaulatan negara lain. Coba bayangkan,
sekiranya Indonesia dianggap sedang melakukan penindasan/pelanggaran HAM. Kemudian
Amerika yang mempunyai kekuatan diplomasi di PBB dan organisasi dunia lainnya
memutuskan untuk mengintervensi negara kita. Apakah kita bisa menerima hal itu?.
Inilah yang pernah terjadi di Irak, Libya saat ini dan
banyak negara lain di dunia yang pernah menjadi korban intervensi Amerika Serikat. Amerika seolah membawa
bungkusan yang indah, namun di dalam bungkusan itu terdapat bom waktu yang bisa mengorbankan banyak warga sipil yang
tidak berdosa.
Amerika Serikat menampilkan dirinya sebagai demokrasi
yang paling maju di dunia. Konstitusi Amerika Serikat dianggap konstitusi
standar emas yang menyatakan setiap manusia dilahirkan setara dan menjamin
kebebasan dan pengejaran kebahagiaan tanpa pandang keyakinan, ras atau jender.
Demokrasi telah banyak meninggalkan noda darah, karena
melalui darah, Amerika mampu menunjukkan bahwa ia adalah negara yang mampu memberi
donor pada negara-negara yang telah bersimbah darah.
Merujuk kepada perkembangan kehidupan global saat ini,
kekuatan-kekuatan yang mengatasnamakan demokrasi dilakukan dengan rekayasa yang
kelihatannya cantik dan masuk akal dengan kampanye bahaya otoritarianisme, terorisme, radikalisme agama tertentu, dan
adanya poros setan.
Terorisme kejam dan radikalisme tertentu yang terjadi di
berbagai kawasan menggambarkan perubahan "setan" ketika
diruntuhkannya gedung WTC di New York yang mengakibatkan bentuk pembunuhan
massal. Berkaitan dengan imej bahwa bangsa Amerika Serikat justru dikampanyekan
menjadi bangsa satu-satunya yang memiliki kemampuan menjaga perdamaian, dan
negeri Amerika Serikat yang aman tenteram, maka runtuhnya gedung WTC dimaksud
menimbulkan kekuatan yang sangat besar. Momentum inilah yang menjadikan
terciptanya sinergi di kalangan bagian terbanyak warga negara Amerika Serikat
dan menciptakan kondisi warga negara AS yang siap membiayai suatu perang besar.
Dalam politik demokrasi, hal ini dikenal semacam black hole dalam tata politik, populer
disebut the dark-side of democracy
(sisi gelap demokrasi). Melalui proses yang demokratis, akan terjadi
transformasi kedaulatan menjadi kewenangan. Kewenangan inilah yang dimanfaatkan
oleh Amerika dan sekutunya dalam mengintervensi negara-negara yang “tidak
berdemokrasi dengan baik.”
Akhirnya hukum besi oligarki muncul. Bangsa oligarki ini
berkuasa di dunia atas nama rakyat yang tertindas, selalu berusaha
memperpanjang bahkan jika mungkin melestarikan dan memonopoli kekuasaan dan
ekonomi yang dipegangnya dengan selubung ideologi tertentu yaitu demokrasi, dengan
dalih consensus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bangsa oligarki ini
menghancurkan setiap negara yang menentang dan mempertanyakan legitimasinya
dengan berbagai macam tuduhan dan fitnah.
Lantas dimana letak falisifikasi demokrasi. Sesuai
dengan artinya, falsifikasi adalah teori yang gagal karena tidak dapat bertahan
terhadap suatu eksperimen dan digantikan oleh teori spekulatif lain. Ini berarti,
demokrasi berkembang melalui kesalahan dan kekeliruan yang telah secara tidak
langsung diterapkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Oleh karena itu
demokrasi sangat pantas untuk dikaji kembali guna ditemukan teori-teori baru
yang baik untuk kemaslahatan umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar